
Wasit David Coote Sembunyikan Seksualitasnya Karena Takut Dilecehkan
David Coote, mantan wasit Liga Premier dengan pengalaman MPOID lebih dari 100 pertandingan, akhirnya berbicara terbuka tentang perjuangannya menyembunyikan seksualitasnya sepanjang kariernya. Dalam wawancara eksklusif dengan The Sun, ia mengungkapkan rasa takut yang menghantuinya terhadap pelecehan dan stigma yang mungkin diterimanya jika mengungkapkan bahwa dirinya seorang gay. Ketakutan tersebut menjadi bagian dari tekanan besar yang ia alami selama bertahun-tahun, yang turut memengaruhi perjalanan kariernya dan berujung pada pemecatannya oleh PGMOL (Professional Game Match Officials Limited) pada Desember lalu.
Menghadapi Tekanan di Dunia Sepak Bola
Coote, yang memimpin lebih dari 100 pertandingan liga utama, menjelaskan bahwa menjadi wasit di level tertinggi sudah cukup menantang tanpa ditambah dengan perjuangan personalnya. Menjadi diri sendiri adalah perjalanan panjang yang penuh perjuangan, tapi kini saya mulai bangga dengan siapa saya sebenarnya,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa seksualitasnya menjadi beban tambahan di tengah pelecehan yang sering ia terima sepanjang kariernya.
Wasit berusia 42 tahun ini berbagi cerita tentang rasa malu yang ia alami sejak remaja. Ia baru memberanikan diri berbicara kepada orang tuanya tentang seksualitasnya pada usia 21 tahun, lalu kepada teman-temannya di usia 25. “Saya menyembunyikan emosi saya sebagai wasit, tetapi itu menjadi kebiasaan buruk dalam kehidupan pribadi saya,” ujarnya.
Sorotan Negatif dan Permintaan Maaf
Perjalanan Coote tidak lepas dari kontroversi. Pemecatannya terjadi setelah serangkaian insiden, termasuk video dirinya yang membuat komentar merendahkan tentang Liverpool dan mantan manajer klub, Jurgen Klopp. Ada juga foto-foto yang menunjukkan dirinya diduga menggunakan narkoba selama Kejuaraan Eropa. Coote meminta maaf atas perilaku tersebut, menyebut bahwa ia berada dalam “tempat yang sangat gelap” dalam hidupnya saat itu. Dalam pernyataan resminya, Coote berkata, “Saya benar-benar minta maaf atas tindakan saya yang tidak sesuai dengan standar seorang ofisial. Saya bertanggung jawab penuh dan berusaha memperbaiki diri.” Wasit David Coote Sembunyikan
Ancaman dan Tekanan yang Tak Terhindarkan
Tidak hanya soal kontroversi, Coote juga menghadapi ancaman serius selama kariernya. Ia mengungkapkan bahwa ia menerima ancaman pembunuhan, bahkan beberapa di antaranya melibatkan mendiang ibunya. Ancaman ini memaksanya memasang sistem keamanan khusus di rumahnya agar dapat langsung menghubungi polisi dalam keadaan darurat.
Hal ini menunjukkan tekanan luar biasa yang dialami oleh para ofisial pertandingan, terutama di liga-liga top dunia seperti Liga Premier. “Tuntutan fisik dan psikologisnya benar-benar signifikan,” kata Coote, menyoroti betapa beratnya pekerjaan ini.
Perjalanan Kelam, Terapi, dan Usaha Bangkit sebagai Diri yang Baru
Setelah melalui terapi dan berbagai upaya untuk mengatasi kebiasaan buruknya, Coote kini perlahan bangkit dari masa kelam yang pernah ia alami. Ia mengakui rasa malu yang masih membekas atas apa yang terjadi, tetapi bertekad untuk terus memperbaiki diri dan menjadi versi terbaiknya. Pesannya sederhana namun penuh makna: jangan pernah memendam semua masalah sendirian. “Bicaralah dengan seseorang. Jika kamu memendam semuanya, itu akan keluar dengan cara yang salah,” ujarnya, mengingatkan pentingnya dukungan dan keberanian untuk terbuka.
Pelajaran dari Pengalaman Coote
Kisah Coote menjadi pengingat akan pentingnya kesehatan mental, terutama dalam dunia olahraga yang penuh tekanan. Baik sebagai atlet, wasit, maupun pelatih, semua pihak di industri ini perlu dukungan, baik secara emosional maupun psikologis. Dunia sepak bola harus menjadi ruang inklusif di mana setiap individu merasa aman menjadi diri mereka sendiri. Di tengah perjalanan panjangnya, David Coote memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menerima diri sendiri, memaafkan kesalahan, dan terus berjuang menjadi lebih baik.